Jumat, 12 Februari 2016

Haruskah Aku

Hai… cerita ini, terinspirasi dari beberapa cerita yang pernah aku dengar dari orang – orang sekeliling ku dan juga ada sedikit tambahan karangan ku di dalamnya. Tapi aku mohon maaf jika aku tidak bisa menyebutkan namanya, karena aku juga tidak tahu siapa –siapa saja  orangnya yang mengalami hal tersebut, tapi walau begitu, bagiku hal seperti ini cukup enak untuk di buat sebuah cerita. Silahkan dibaca, dan semoga dapat menginspirasi kita. amin ya Allah.

HARUSKah AKU…??!
Muhammad Busyroo
(24092013)

“Budi… bud… ayo bangun, udah masuk waktu subuh nih. Nanti ketinggalan loh.!”
“mmm… iyah bu`! bapak udah ke masjid yah bu.?”
“belum tuh, masih siapan pake baju. Udah gih, buru sana ! ntar telat ke masjid nya !”
“iyah bu..” sambil keduanya keluar dari kamar dan siap-siap menuju ke masjid.
Itulah percakapan awal disetiap harinya yang dilakukan ibu ke Budi, yang tak lain dan tak bukan adalah untuk membangunkan Budi agar tak kesiangan sholatnya.

“Bud, nanti pulang sekolah kamu kemana ?” Tanya bapak ke Budi.
“emm… kayaknya aku langsung pulang pak. Kenapa pak ?” Budi balik Tanya.
“kamu mau enggag bantui bapak mulung ?”
“mau mau pak. Yaudah nanti Budi bantui” itulah jawaban budi, penuh dengan antusias dan  pengabdian kepada orang tuanya, yah walaupun dihatinya terselip rasa malu  jika ketika ia sedang memulung bertemu dengan teman sekolahnya. Tapi dia tetap tidak ingin membuat orang tuanya kecewa karenanya. Dia memang anak yang begitu berbakti dan sayang kepada orang tuanya.
________((((00….00))))________

     “tet.. tet…” bel tanda masuk sekolah berbunyi. Semua murid telah duduk di tempatnya masing-masing, sama halnya seperti Budi. Budi selalu duduk di bangku yang terdepan, ia tak ingin melewatkan sedetik pun keterangan guru atau hal apa saja yang menyangkut pelajarannya terlewat tanpa bermanfaat. Memang saat ini Budi bukan peraih Ranking 1 di kelasnya, dia hanya masuk 5 besar saja di kelasnya. Itu jugalah yang menjadi penyemangatnya untuk selalu belajar kapan dan dimanapun. Baginya, menyia-nyiakan waktu belajar itu sama saja dia telah menghambur hamburkan uang orang tuanya yang dengan susah payah orang tuanya raih. Dia juga tahu itu, makanya dia tak ingin menambah beban Bapak dan Ibu nya.
“Bud, pulang sekolah nanti kamu kemana ?” Tanya Boby teman akrab Budi.
“oh,  aku mau langsung pulang aja Bob. Kenapa bob ?” jawab Budi.
“akhh, kok kamu langsung pulang sih. Kita nongkrong dulu sama anak-anak. Yah ?”
“maaf bob aku gag bisa, maaf yah.” Jawab Budi sambil pergi meninggalkan Boby. Boby hanya bisa bergeming ketika Budi menjawab seperti itu, selalu Budi beralasan kepada teman-temannya.

     “assalamualaikum…” sapa Budi sampai di rumah. “wa`alikumsallam.” Balas Ibu.
“bu` bapak mana ?” Tanya Budi. “oo.. bapak, bapak baru aja pergi, udah gi kamu susul aja sana” jawab ibu. Budi bergegas untuk berganti seragam dan langsung menyusul bapak nya yang sudah ia temui tengah memilah-milah sampah di jalanan dekat rumahnya. Seketika itu dada Budi merasa sesak tak karuan, ketika ia melihat pekerjaan bapak nya sehari-hari. Air matanya menumpuk di mata nya, untungnya masih mamapu ia tahan untuk tak menangis. Ingin ia mengahampiri bapak nya lalu berkata “ udah pak, bapak tak usah bekerja seperti ini lagi !” tapi di satu sisi ia berpikir, “ini gila” tak semudah itu aku berbuat seperti itu. Budi berpikir jaman sekarang ini sulit untuk mengais-ngais pekerjaan, ditambah Bapak Budi tak punya Ijazah atau keahlian. Jadi, terima atau tidak dia harus rela melihat bapaknya memulung sampah di jalanan, dengan begitu dia bisa bersekolah sampai sekarang.

     Tak mau berlama-lama berdiri saja, Budi pun segera ikut Bapak nya memilih-milih sampah. Tak tau Budi, saat bapak nya melihat Budi seperti itu dia telah membuat bapak nya bangga dan bersyukur telah memiliki anak seperti Budi.
“Budi, besok kamu tak usah bantu bapak lagi yah !” kata Bapak begitu sampai di rumah.
“loh kenapa pak, Budi nyusahin yah ?” balas Budi, kaget. “oh, enggag enggag. Kamu membantu bapak sekali, bapak hanya tak mau melihatmu kelelahan, bapak tak mau melihat nilaimu menurun hanya karena kamu keseringan membantu bapak dan kamu lupa akan waktu belajarmu, bapak tak mau itu terjadi, saat ini waktu mu ini hanya untuk belajar bud…!” jawab bapak penuh dengan ke arifan dan terselip harapan kepada anaknya itu. Budi tak menjawab, dia hanya membisu sambil berfikir, dibenaknya ia berkata  “benar juga yang di katakana bapak, kalau nilai aku rendah, berarti itu sama artinya aku memperlama membahagiakan bapak dan ibu ku.”. Memang difikiran Budi adalah bagaimana dia harus membahagiakan kedua orangtuanya secepat mungkin, walaupun dia berpikir itu tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi dia percaya dengan usaha dan doa pasti dia bisa.
________((((00….00))))________

     Setahun sudah Budi meningkatkan usaha belajarnya, dan besok adalah waktu penentuan apakah usaha belajar Budi selama ini mendapatkan hasil yang memuaskan atau tidak. Dan apakah Budi semakin mempercepat waktu untuk membahagiakan orang tuanya atau semakain jauh harapan Budi untuk membahagiakan kedua orang tuanya.
    
     “tet.. tet…” bel pertanda masuk berbunyi. Jantung Budi serasa dikejar kejar setan, berdetak begitu super cepat. Semua sudah duduk di tempat masing-masing. Wali kelas pun memasuki kelas beserta dengan membawa rapor hasil belajar murid-muridnya selama satu semester ini. Waktu pembagian dimulai, beberapa nama murid pun telah dipanggil, Jantung Budi sudah tak karuan lagi detak nya.“Budi.” Panggil wali kelas. deg, seketika budi merasa seluruh syaraf di tubuhnya seakan berhenti sejenak, budi menghela nafas untuk meredakan kegugupannya itu. Budi pun datang dan mengambil rapornya. Dia tak berani melihat, dia hanya menunduk saja sampai di bangkunya. Budi penasaran, dengan penuh ke hati-hatian ia membuka buku yang menjadi wadah penilain atas kinerja belajarnya selama satu tahun ini. Terbuka sudah rapor itu, namun Budi belum berani melihatnya. Budi memicingkan sedikit matanya yang kanan untuk melihatnya secara perlahan lahan, merasa kurang puas, dia buka mata yang satunya lagi, tetap dengan mensipitkan pandangannya. Samar samar dia melihat isi rapornya, namun karena rasa penasaran yang sudah sangat membuncah di dada, akhirnya Budi membuka kedua matanya secara normal. Hening bebrapa saat. Untuk kedua kalinya Budi menghela nafas, seakan tak percaya akan apa yang dia lihat, yah, Budi mendapat juara 1. Budi pun hanya bisa kegirangan dalam hati seraya bersyukur kepada Allah swt. Girangnya tak terbayang, andai saja di situ juga ada ibu atau bapaknya, pasti dia akan memeluk mereka tak henti-henti. Itu semua karena impian Budi menjadi juara di kelas tercapai. Budi berhasil menjadi juara 1 mengalahkan teman-temannya.

     Begitu hati hatinya Budi menggenggam buku nilainya itu, seolah olah ia tidak ingin ada satu angka atau huruf pun yang terlepas dari buku nilainya. Budi pun merasa langkah kakinya begitu lamban kali ini, wajar jika Budi bersikap demikian. Ya, dia sudah tak sabar melihat raut bahagia dan bangga dari rupa kedua orang yang sangat ia cintai di dunia ini. “assalamu`alikum bu, pak !” sapa Budi bgitu memasuki rumah dengan terburu burunya. “ada apa bud, kenapa kamu ?” jawab ibu dan bapak bersamaan. Budi belum jawab, ia malah memeluk kedua orang tuanya dengat sangat erat. cukup lama Budi memeluk kedua orangtuanya itu. Sampai akhirnya Budi berkata “budi juara 1 di kelas pak, bu.” seraya melepas pelukannya. Bapak dan ibu Budi tertegun, lalu berkata “Alhamdulillah ya Allah. Bapak sama ibu bangga sama kamu bud”. Jawaban yang penuh kebahagian, kebanggaan dan rasa syukur itu akhirnya keluar juga dari mulut kedua orang tuanya. Betapa bahagianya Budi hari itu. Mulai hari itu, ia bertekad untuk akan selalu menjaga raut raut bahagia itu.
________((((00….00))))________
     Hari hari dilalui begitu dengan semangat oleh Budi. 5 bulan lagi Budi akan mengikuti ujian nasional. “Bud, sebentar lagi kan kita ujian nasional, habis itu kita lulus, terus kuliah deh.” Boby berkata seraya memasukan bakso ke mulutnya. “ya terus ?” Tanya budi heran. “maksud aku, kamu nanti tamat dari SMA mau kuliah dimana ?” Tanya Boby penanda penegasan dari perkataannya yang pertama. Ditanya seperti itu budi hanya bisa diam saja seraya ia juga bingung mau jawab apa. Ya, bagaimana ia mau menjawab, untuk bayar kontrakan rumah setiap bulannya saja Budi dan orang tuanya rela makan hanya dengan tempe goreng dan nasi, itupun dengan porsi nasi yang sedikit. Mereka harus irit, jika tidak mereka tentunya tidak akan bisa bayar kontrakan, dan itu artinya mereka harus siap sedia untuk diusir. “Bud, kok diem ?” sentak Boby, “jadi kamu mau kuliah dimana bud ?” sambung boby memecah keheningan. “mm… aku tak tahu Bob.” Jawab singkat Budi. Namun Boby tahu, itu bukan jawaban yang keluar dari hati sahabatnya itu. Ya, Boby tahu sahabatnya ini sangat berharap bisa menyambung sekolah di Amerika Serikat seusai lulus SMA ini, dan Boby juga tahu kalau Budi tak akan menjawab itu, karena mungkin dia merasa malu.

     Malam hari memang menjadi waktu yang sangat disukai Budi, karena disaat saat seperti inilah ia bisa berbagi cerita kehidupannya seharian kepada orang orang yang sangat ia sayangi di muka bumi ini. tapi malam ini terasa tidak seperti malam biasanya. Budi melihat ada guratan aneh dibalik awan malam yang hitam bercampur dengan mendung yang hitam pula itu, serta ia merasa seakan akan angin angin berebut ingin berbicara kepadanya. Budi semakin merasa aneh, dalam hatinya ia berkata “ada apa ini ya Allah ?”. “bud, kamu sudah sholat isha belum ?” kaget ibu, “mm, belum bu. Oiya bu, bapak kemana yah, kok sudah malam seprti ini bapak belum pulang juga ?”  jawab Budi ditimpa dengan pertanyaan tentang keberdaan bapaknya. “iyaya bud, ibu juga tak tahu bapak mu kemana. Tapi yasudah sana kamu sholat dulu.!” Jawab ibu seraya menyuruh budi sholat. Budi pun bergeas mengambil whudhu dilanjutkan dengan sholat isha di kamarnya. 2 raka`at sholat sunnah dan ditambah 4 raka`at sholat isha sudah selesai ia jalani, sekarang waktunya ia berdoa. Doa Budi sama seperti do`a do`anya yang lain, yang pasti ia berdo`a agar Allah menyelamatkan ia dan kedua orang tuanya di dunia dan akhirat, tak lupa dia juga berdo`a agar Allah memberikannya selalu ridho dan kelancaran dalam setiap usahanya meraih cita-cita.
     Sedang berdo`a, Budi dikagetkan dengan kata kata “Inalillahiwainailaihiraji`un, bapak !” yang keluar dari mulut ibunya dengan begitu kencang. Mendengar seperti itu budi merasa ada yang tidak beres. Iya segera berlari keluar kamar menuju ruang tamu dengan masih menggunakan baju koko dan sarungnya. Disitu ia melihat sudah banyak orang di ruang tamunya, tentunya mereka bukan tamu bapak atau ibunya budi. Disitu ia juga melihat ibunya menangis terisak isak dengan nafas yang sedikit ia tahan. Dan disitu pula lah ia melihat sesosok tubuh yang sudah terbaring kaku tak bernyawa menghadap kiblat dengan rupa yang sangat sangat ia kenali.

Bersambung... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar