Sedang berdo`a, Budi dikagetkan dengan
kata kata “Inalillahiwainailaihiraji`un, bapak !” yang keluar dari mulut ibunya
dengan begitu kencang. Mendengar seperti itu budi merasa ada yang tidak beres.
Iya segera berlari keluar kamar menuju ruang tamu dengan masih menggunakan baju
koko dan sarungnya. Disitu ia melihat sudah banyak orang di ruang tamunya,
tentunya mereka bukan tamu bapak atau ibunya budi. Disitu ia juga melihat
ibunya menangis terisak isak dengan nafas yang sedikit ia tahan. Dan disitu
pula lah ia melihat sesosok tubuh yang sudah terbaring kaku tak bernyawa
menghadap kiblat dengan rupa yang sangat sangat ia kenali. Ya, itu adalah
bapaknya budi.
Lemas, gemetar, serta kaku ketika budi
hendak menghampiri jasad sang bapak tercinta. Ketika itu juga, sontak mata budi
langsung berkca kaca, dan dadanya seakan akan sesak untuk bernafas dan sulit
untuk berbicara. Budi duduk lemas di sebelah ibunya dan ia tertunduk melihat
jasad orang yang ia kagumi selama ini. Budi tertunduk lama sekali, tak ada
sepatah katapun keluar dari mulutnya, hanya tetesan air matalah yang menetes
dari matanya jatuh mengenai sarung penutup jasad ayahnya. Tak tahu budi harus
apa, ia berbalik dan memeluk sang ibu yang terisak isak itu. Mereka berpelukan
erat, hal itu membuat semua orang yang ada disitu ikut menangis sedih. “bu, ibu
yang sabar yah.” Keluar juga suara budi, ibu tidak menjawab. “bu, budi sudah
ikhlas, budi sudah sabar bu.” Sambung budi, ibu tetap diam. “bu, maaf kan budi
bu, budi minta maaf bu,ini tidak akan terjadi kalau saja budi tidak minta untuk
melanjutkan kuliah bu. Ini salah budi bu, ini salah budi !” kali ini budi
berbicara sambil terisak isak, tak kuat ia menahan perasaannya ini. “budi tidak
salah, budi tidak perlu minta maaf sama ibu. Ini emang sudah takdir dari Allah
swt nak.” Akhirnya ibu budi menjawab seraya memeluk anaknya itu, dan menghapus
air mata anaknya. suasana haru begitu kental terjadi pada percakapan haru ibu
dan anak ini. “tapi bu, bapak tidak bakal begini, kalau Budi tidak menuntut itu
bu” sambung Budi yang tetap berada di pelukan ibunya dengan air mata yang terus
membasahi wajah dan baju ibunya. “sudah Budi sudah… ini takdir. kamu tidak bisa
menghindar dari takdir.” balas ibu sedih. “lagian bapak sama ibu ikhlas mau
berjuang agar kamu bisa kuliah nak.” sambung ibu dan langsung terdiam seraya
memeluk erat Budi. setelah lama mereka berpelukan karena kesedihan yang
mendalam, akhirnya ibu menyuruh Budi untuk tidak menangis lagi dan menghapus
air matanya. Ibu minta agar Budi tegar dan Ikhlas. “Budi anak laki laki, jadi
harus kuat. Buat bapak bangga disana yah nak !” pinta ibu. Mendengar itu Budi
hanya diam dengan air mata yang terus berjatuhan dari matanya, dia mengelengkan
kepala, tak tahu dia apakah dia masih bisa membuat ayahnya bangga atau tidak,
setelah ditinggal sang ayah untuk selama-lamanya.
Malam sudah semakin larut, semakin banyak
saja para tetangga datang untuk melayat, dan rencana besok pukul 8 pagi, jenazah
bapaknya budi akan di kebumikan. Tak ada satupun pihak sekolah atau teman
sekolahnya yang budi beri tahu akan berita duka cita ini, bahkan sekedar datang
untuk memberi surat ijin untuk tidak
sekolah dihari itu saja budi malas. Rasanyapun ia sudah malas untuk bersekolah
lagi. Sekarang baginya, bagaiman dia harus mencukupi kebutuhan hidupnya dengan
ibunya. Bapaknya sudah tidak ada, baginya mau tidak mau dialah yang harus
bekeja. 2 hari sudah budi tidak sekolah, hal itu membuat ibunya bingung. “bud,
kamu kok tidak sekolah ?” Tanya ibu penasaran. “lagi tidak enak badan” jawab
budi singkat sambil bergegas membawa goni kotor. “loh itu kamu mau kemana
bawa-bawa goni segala, katanya kamu lagi gak enak badan ?” Tanya ibu lagi
heran. “Budi mau mulung bu” jawab Budi seraya langsung pergi mulung. Hati ibu
budi terenyuh dan sedih melihat anaknya seperti itu, ibu budi tahu kalau
anaknya mempunyai kemauan yang besar untuk meraih cita-citanya, dia juga merasa
bersalah, seharusnya budi harus tetap bersekolah dan biarlah aku (ibu budi)
yang bekerja mengantikan bapaknya. Menjelang sore budi pulang dari aktifitas
barunya sebagai “tulang punggung keluarga”. Melihat budi pulang, ibu hanya diam
membisu di sudut dapur, budi bertanya kenapa ibunya seperti itu, ibu tidak
menjawab, budi memberikan uang hasil mulungnya kepada ibu, ibu tetap diam. Budi
menyerah, mereka terdiam lumayan cukup lama, sekitar 10 menit. “bud, ibu tahu
kamu tidak sekolah hari ini bukan karena kamu tidak enak badan kan ? tapi
karena kamu merasa kamu adalah tulang punggung keluarga sekarang kan ?” sergah
ibu memecah suasana keheningan. ‘iya bu, aku mau membantu ibu, aku tak mau
melihat ibu capek, apalagi sudah 1 bulan ini ibu kan sakit sakitan.” Jawab
budi. “bud, insyaallah ibu masih sangup bekerja, ibu tidak mau kau lupa akan
kewajibanmu (belajar) dan melupakan cita-cita mu nak. Jadi ibu mohon sama kamu,
besok kamu sekolah, biar ibu yang mulung.” Kata ibu. “tapi bu…” jawab budi yang
langsung dipotong ibu “tidak ada tapi tapi Bud. Katanya kamu mau membahagiakan
ibu ? katanya kamu mau membuat ibu sama bapak bangga ? kau raih cita-citamu
itulah yang membuat ibu bahagia.” jawab ibu tegas saraya ibu pergi ke kamarnya.
Sontak Budi terdiam dengan kata kata ibu barusan. suasana jadi hening Budi
rasa. Ibu berkata demikian, agar semangat Budi terlecut kembali. Ibu tidak
ingin melihat anaknya kelak menjadi orang susah seperti orang tuanynya. Dan
ternyata kata-kata ibu berhasil membuat Budi berpikir dua kali unutk berhenti
sekolah.
________((((00….00))))________
2 hari tidak masuk sekolah membuatnya malu
ataupun merasa asing. Teman dekat budi yaitu boby melihat temannya memasuki
lorong sekolah dengan tertunduk lesu. Boby tahu apa yang sedang dirasakan teman
baiknya itu. Ya, boby sudah ditinggal papa nya 2 tahun yang lalu, akan tetapi
boby jauh lebih beruntung, sebab papanya seorang DIRUT di perusahaan
keluarganya yang bergerak di bidang property dan sekarang kakak laki-laki
tertua boby lah yang melanjutkan usaha papanya itu, sedangkan budi apa yang
hendak ia teruskan dari pekerjaan bapaknya, paling budi dan ibunya hanya
diwariskan 3 kardus mie instan yang sudah basah terkena hujan.
Hari pertama budi ke sekolah setelah
“libur panjangnya” usai. Hari pertama sekolah pikiran budi memang sangat kacau,
itu tergambar jelas diraut sang anak yang baru saja tertimpa musibah ini. hal
itu pun tak luput dari perhatian sang wali kelas yang memang sangat
memperhatikan murid-muridnya. Sang wali kelas bertanya kepada budi kenapa ia
sering terdiam dan termenung belakangan ini. Awalnya budi enggan menjawab,
tetapi tak ada yang bisa menghalangi
niat baik sesorang. Wali kelas terus memancing budi agar mau menceritakan hal
yang terjadi padanya. Budi pun luluh dan akhirnya menceritakan semuanya kepada
wali kelasnya. Panjang lebar Budi menjelaskan apa yang terjadi belakangan ini
yang menimpa dirinya dan keluarganya kepada wali kelasnya. Mendengar cerita
budi, membuat sang wali kelas tersentuh, juga membuatnya teringat kemasa yang
sama dan dengan kejadian yang hampir sama pula. Sang wali kelaspun membagikan
sedikit ceritanya kepada budi akan masa masa yang sama yang sempat ia alami
kepada Budi. Budi pun terkejut mendengar bahwasanya wali kelasnya pernah
mengalami hal yang sama. Sang wali kelas menambahkan bahwasanya dia menjadi
seorang guru saat ini karena ia ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Dulu
orang tuanya ingin melihat anaknya sukses bukan hanya untuk dirinya sendiri
tetapi sukses untuk bisa bermanfaat buat orang lain. Wali kelas Budi ingin Budi
tidak gampang menyerah dengan keadaan. Beliau berpesan, jadilah anak yang kuat,
buatlah orang tuamau bangga dan bergunalah buat orang lain, itu yang
terpenting.
“Berhenti
berfikiran bahwa kamu tidak kuat, tidak sanggup menjalani dan lain sebagainya
yang membuatmu putus asa bud !” tegas wali kelas kepada Budi.
“Insyallah,
aku kuat pak, aku tegar menjalaninya” jawab Budi penuh asa.
“Kamu
harus bud. Kamu ingat ibu kamu, kamu harus buat dia bahagia dan bangga bud !”
tegas wali kelas lagi.
Budi
terdiam sejenak mendengar perkataan sang wali kelas barusan, yah, dia ingat
bahwa ia masih punya sosok seorang ibu yang harus dia sayangi, jaga dan
membahagiakannya. Selama kepergian ayahnya Budi memang merasa seperti
kehilangan arah dan tujuan hidup, seperti tidak mempunyai angan, harapan dan
mimpi. Setelah mendengar perkataan sang wali kelas dia tersentak bahwa dia
masih punya Ibu yang sangat ia sayangi. Disitu Budi berfikir untuk tetap harus
belajar dan berusaha untuk meraih mimpi-miminya lagi agar dia bisa
membahagiakan ibunya, karena itu juga merupakan pesan almarhum ayahnya.
“Pak,
terimakasih untuk masukannya. Aku akan lebih giat lagi pak. Terimakasih pak.”
jawab Budi sedikit terbata dan sedikit senyam-senyum lalu pergi meninggalkan
sang wali kelas. Ia seperti merasa telah menemukan jalannya lagi. Sang wali
kelas merasa sedikit aneh melihat tingkah Budi barusan, tapi dia merasa
bersyukur akhirnya muridnya kembali bersemangat dan kembali menemukan jalannya
kembali.
Sesampainya di rumah Budi langsung
menhampiri Ibunya yang sedang memasak di dapur. Budi memeluk ibunya dari
belakang dan itu membuat ibunya terkejut. “Bu, Budi janji, Budi akan
ngebahagiain ibu, Budi akan buat ibu bangga, Budi janji bu.” bisik Budi dengan
halus yang membuat ibunya tersentuh. “kamu kenapa bud ? pulang-pulang kok
ngomong gitu ?” Tanya ibu, ditanya ibu seperti itu, Budi hanya diam tersenyum
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lalu masuk ke kamarnya. Ibu merasa aneh,
sebab Budi pergi sekolah dengan muka lesuh tetapi pulang sekolah dengan muka bahagia.
Tapi ibu bahgia melihat anaknya kembali tersenyum.
Budi kembali bersemangat menjalni
hari-harinya lagi. Ketita di berangkat sekolah dia sangat antusias begitupun
ketika dia belajar, mengerjakan tugas-tugas bahkan ketika dia memulung dia
melaluinya dengat semangat. Kini dia hanya berfikir bahwa mimpi dan semua
harapnnya sudah sangat dekat dengannya, yah walaupun dia juga tak tahu kapan
itu semua berhasil dia raih. Tapi dengan berfikiran seperti itu membuat dia
semangat, membuat dia tidak malas-malasan dalam belajar, dia harus gigih karena
kalau tidak seperti itu, mimpi akan tetap menjadi mimpi, harapan akan tetap
menjadi harapan tidak akan pernah menjadi kenyataan.
________((((00….00))))________
Ujian Nasional akhirnya datang,
beruntung Budi masih bisa ikut ujian nasioanl, sebab Budi mendapatkan
keringanan dari sekolah untuk biaya ujian dan lain sebagainya. Budi merasa
bersyukur dan Budi tidak mau menyia-nyiakan itu semua. Dari rumah Budi sudah
bangun lebih awal, dia tidak mau terlambat ikut ujian. Ibu budi sudah
menyiapkan sarapan untuk anaknya.
“Bud
ayo sarapan dulu, biar nanti kamu gag kelaperan pas ujian.” suruh ibu.
“iya
bu.” jawab Budi. Budi sarapan denga lahap, walaupun sarapan dengan hanya nasi
dan tempe goring saja tetapi dia tetap melahpnya dengan lahap, dia tidak mau
menyisakannya atau bahkan tidak memakannya, Karena itu akan membuat hati ibunya
sakit. Dia tidak mau menyakiti hati ibunya, baginya orang tua adalah hal yang sangat
sakral.
“Bu,
Budi pergi sekolah dulu ya, Budi minta restu bu, doain Budi semoga Budi bisa
mengikuti ujian dengan baik dan tidak mengecewakan ibu.” pamit Budi kepada ibu
sambil mencium tangan ibunya.
“Restu
ibu selalu menyertai kamu nak, ibu juga selalu berdoa untuk kamu. Kamu jangan
takut, ibu yakin kamu bisa menjawab semua soal-soal itu, ibu yakin itu nak.”
jawab ibu sambil terharu.
“Budi
pergi yah bu. assalamualaikum” pamit Budi seraya pergi dan terseyum kepada
ibunya. Ibu Budi bangga sama anaknya, dia bersyukur dikaruniai anak seperti
Budi, anak yang tidak mudah menyerah, anak yang berubah dan anak yang santun
dan patuh kepada orang tua dan agamanya.
Semua siswa sudah duduk di kursinya
masing, jam sudah menunjukan pukul 9 pagi saatnya para pengawas memasuki kelas.
Semua siswa deg-degan tak terkecuali Budi, jantung seperti berdetak dua kali
lebih cepat, mereka melihat kearah amplom yang berisi lembar soal yang dibawakn
sang pengawas, pikiran mereka campur aduk, ada yang takut, panic, deg-degan dan
lain sebagainya.
“Bud,
kok aku jadi kepingin pipis ya. deg-degan aku nih bud.” kelakar Bobby kepada
Budi sambil mereka berdua tertawa cekikikan.
“mohon
suaranya.” seru pengawas, yang membuat Budi dan Bobby terdiam.
Ujianpun dimulai, sebelum memulai
ujian, Budi menyempatkan diri untuk berdoa, dia memohon kelancaran dan bisa
menjawab semua soal dengan baik dari sang pencipta. Budi membuka lembar soal
dan mulai membaca soalnya satu persatu, Budi menarik nafas dia merasa lega,
karena soal yang di abaca itu hampir keseluruhan yang ia pelajari di sekolah
maupun di rumah. Budi merasa yakin, dan dia akhirnya menjawab semua soal dengan
penuh keyakinan. Budi tidak megikuti jejak teman-temannya yang kebanyakan
membeli kunci jawaban. Baginya hal seperti itu tidak murni dan tidak baik,
ayahnya Budi berpesan untuk tidak melakukan hal yang dibenci oleh Allah swt.
lagian Budi juga tidak punya uang untuk membeli itu, kalaupun punya uang Budi
juga tidak akan membeli yang begituan, Budi percaya dengan kemampuannya.
Akhirnya Budi kelar menjawab semua soal, dengan yakin dan bangga Budi langsung
memberikan lembar jawabannya kepada pengawas, padahal waktu ujian belum usai.
semua teman-teman Budi terkejut melihatnya, mereka berbisik-bisik melihat Budi
yang selesai menjawab sebelum waktu ujian selesai, termasuk Bobby.
“Bud,
cepat banget kamu ? akh parah gak nunggu-nuggu.” seru Bobby pelan agar tidak
terdengar pengawas. Budi hanya terseyum saja kepada Bobby. Begitu seterusnya,
untuk mata pelajaran yang lain Budi puun bisa menjawabbya samapai pada hari
terakhir ujian. Budi bersyukur, sepertinya usaha dan pengorbanannya dalam
belajar selama ini tidak sia-sia. Dalam hati Budi berkata.
Dirumah, Budi berterimakasih sama
ibunya, karena ibu telah mendoakannya sehingga Budi bisa melewati ujian nasional
dengan baik.
“bu,
terimakasih ya, karena ibu Budi bisa menjawab soal-soal dengan lancer bu.” kata
Budi.
“iya
sama-sama bud. Tapi itu bukan Cuma karena ibu, itu semua karena Allah.” jawab
ibu bahagia.
“iya
bu.” jawab Budi dengan penuh kebahagiaan. Budi juga memberitahu kepada ibunya
kalau mulai besok Budi sudah tidak sekolah lagi, dia hanya tinggal menunggu
kelulusan saja. Selama Budi tidak sekolah, Budi memulung satu harian, dia
merasa senang bisa membantu ibunya, apalagi ibunya saat ini sedang sakit-sakitan,
jadi dia merasa iba kalau ibunya yang harus bekerja. Sebelumya Budi sudah
memberi tahu ibunya kalau Budi saat-saat ini sedang dianjurkan wali kelasnya
untuk mencari beasiswa kuliah s1 di Amerika seperti cita-citnya. Budi berpesan
kepada ibunya untuk tidak gelisah kalau Budi selalu pulang malam saat mulung,
itu karena Budi sebelum pulang selalu mampir di warnet untuk mencara-cari
informasi tentang beasiswa, ibu Budi pun tidak masalah akan hal itu, selama
Budi tidak berbuat yang aneh-aneh ibunya tidak masalah, malahan dia bersyukur
anaknya punya kegigihan yang besar dalam meraih mimpi-mimpinya. Bolak-balik
Budi anatara mulung dan ke warnet, namun belum membuahkan hasil, sampai pada
suata saat wali kelas Budi datang kerumah Budi untuk memberi tahu satu hal, dan
Budi kaget mendengarnya. Hal tersebut adalah informasi beasiswa S1 di
California University, Budi senang bukan kepalang. Sekarang Budi hanya tinggal
mengikuti langkah-langkah yang diberi tahu oleh sang wali kelas.
Budi sudah menyiapkan semua berkas
yang diperlukan, termasuk hasil tes toefel yang pernah ia ikuti. Budi sibuk,
dia harus kesan kemari untuk melengkapi berkas-berkasnya itu, walupun lelah
tapi dia melaluinya dengan semangat. Ibu Budi yang meilahat itu sangat terharu atas semangat sang anak yang
mengebu-gebu, dia berdoa semoga Budi bisa meraih apa yang ia inginkan. Budi
sudah siap mengirim semua berkas-berkasnya sesuai instruksi wali kelasnya, dan
setelah berkas-berkanya terkirim Budi hanya tinggal menunggu hasilnya selama 3
bulan. Budi merasa 3 bulan waktu yang sangat lama, dia sudah sangat
mengebu-gebu tetapi di harus sabar. Selama menunggu hasil dari beasiswa yang ia
ikuti dia tetap harus mulung demi membuat dapur sang ibu tetap mengepul. Tak
lupa Budi selalu shalat, berdoa, belajar dan mohon restu dari sang ibu, setiap
hari Budi lakukan hal itu.
Tak terasa sebulan sudah Budi
menunggu hasil kelulusannya dan hari ini adalah pengumumannya. Semalaman Budi
tidak bisa tidur memikirkannya, Budi berharap mendapatkan hasil yang terbaik.
Lagi-lagi sebelum berangkan sekolah Budi meminta doa dan restu dari ibunya,
karena doa dan restu orang tua adalah izin Allah. Tanpa dimita Budi seperti
itu, Ibu Budi selalu mendoakan anaknya itu. Sampailah Budi di sekolah, di sekolah
sudah ramai rupanya, memang jam sudah menujukan pukul 8 pagi dan sebentar lagi
pengumuman akan dimulai. Bel pertanda masuk pun berbunyi, semua siswa kelas 3
dikumpulkan di lapangan sekolah yang cukup besar. Disitu mereka mendengar kata
sambutan dari ketua yayasan, pidato dari
kepala sekolah dan lain sebagainya, sampai tiba saatnya pengumuman, semua siswa
terdiam, deg-degan, takut mendengar hasil kelulusan termasuk Budi. Sang kepala
sekolah menumunkan hasil kelulusan dengan terbata-bata, semakin membuat semua
siswa deg-degan, sampai akhirnya kepala sekolah berkata bahwa semua siswa tahun
ini LULUS semua, sontak semua siswa yang mendengar kabar gembira itu langsuk
berteriak kegirangan, suasana ricuh dengan kebahgiaan, ada yang tertawa-tawa
sama temannya ada yang masih tak percaya, ada yang menangis bahagia seperti
Budi. Budi tak percaya kalau dia bisa lulus, dia masih tak percaya. Belum usai
siswa kegirangan, kepala sekolah menyuruh mereka diam, karena kepala sekolah
ingin mengumunkan 3 juara umum di sekolah tersebut. Semua siswa terdiam lagi
menunggu pengumuman tersebut. Budi tidak berfikir untuk bisa menjadi juara
umum, bisa lulus saja dia suadah merasa cukup, namun kenyataan berkata lain,
nama Budi dipanggil ke tengah lapangan karena dia menjadi juara 2 umum di
sekolah tersebut, sontak Budi terkejut dan semakin tak percaya, dia berjalan
menuju ke tengah lapangan sambil melihat sekitar, dimana orang-orang tersenyum
dam memberinya tepuk tangan, dia tidak bisa berkata apa-apa. Sang wali kelas
yang meilahat Budi dari kejauhan sangat bangga akan anak didiknya itu, dia
tersenyum puas melihat Budi ada di tengah-tengah lapangan. Banyak yang memberi
selamat kepada Budi usai acara tersebut, tak terkecuali sang wali kelas yang
begitu bangga kepada Budi, Budi pun berterimakaish kepada wali kelasnya yang
selama ini bukan hanya memberinya ilmu tetapi pandangan-pandagan hidup yang
membuatnya kembali bersemangat. Sahabat Budi pun juga memberi selamat, yah si
Bobby.
“Bud,
selamat yah. ciyeee juara 2 umum nih sekarang. yey makan-makan lah kita ya ?”
Tanya Bobby dengan kelakarnya itu.
“makasih
ya Bob. iya kita makan-makan, makan-makan di rumah masing-masing.” ejek Budi ke
Bobby yng dibarengi tawa oleh mereka berdua.
“kapan
yah aku bisa kayak kamu Bud ?” Tanya Bobby polos yang ditimpal Budi dengan
senyuman dan kata-kata “makanya belajar, jangan nongkrong terus”. lalu mereka
tertawa lagi.
Sampainya di rumah Budi langsung
sujud syukur dan langsung sujud di telapk kaki ibunya, itu merupan rasa syukur
Budi atas ya ia capai hari ini. Baginya hari ini sungguh luar biasa. Ibu budi
awalnya terkejut dengan apa yang Budi laukakan, namun Budi memberitahu kepada
Ibunya kalau dia lulus dan sekaligus mendapat juara 2 umum di sekolah. Kabar
itu membuat ibu Budi lemas tak percaya namun dia juga Bahagia mendengar kabar
itu, sangat bahagia malah. Ibu Budi pun ikut sujud syukur, dia tak menyangka
anaknya akan mendapat predikat juara 2 umum, sama sekali tak menyangka. Ibu
Budi dan Budi sangat bahagia sekali hari itu. Setelah hari itu, Budi semakin
percaya diri saja dalam menjalani hidup, dia semakin percaya mimpi-mimpinya
sudah semakin dekat. Ditenah-tengah mulungnya hari itu, Budi menyempatkan diri
melihat langit yang saat itu sedang cerah, enatah kenapa hari itu dia rindu
sama ayahanya, rindu sekali, dia beristirahat sejenak, lalu dia berkata dalam
hati “yah, Budi sekarang udah lulus SMA yah, sekarang Budi lagi nunggu hasil
tes beasiswa Budi ke Amerika yah, Ayah bangga gak sama Budi ? Budi udah buat
ayah bangga gak diatas sana yah ? Budi sama ibu lagi bahagia yah, Budi berharap
ayah juga bahagia ya yah yah disana.” Budi terseyum tegar dengan air mata yang
membendung di matannya dan tak bisa terbendung lagi dan akirnya jatuh. “Budi
rindu ayah” kata Budi lagi dalam hati, yang semakin membuatnya meneteskan air
mata, tetapi Budi sudah tegar dan ikhlas dia hanya rindu saja terhadap ayahnya.
Tak mau berlarut-larut Budi memutuskan untuk kembali memulung sampah.
Besok adalah pengumuman beasiswa
kuliah Budi di Amerika. Tak lupa malam ini Budi Berdoa lebih khusuk, dia juga
tak mau terlambat shalat tahajud. Budi berdoa agar dia bisa lulus, dia ingin
meraih mimpinya, dia ingin membuat ibunya bahagia dan bangga dia juga ingin
memenuhi pesan almarhum ayahnya, tanpa sadarb dia berdoa sampai lewat tengah
malam. Ditengah-tengah berdoa Budi mendegar suara batukan yang cukup kuat dari
dalam kamar ibunya, Budi langsung menhampiri ibunya yang sedang terbatuk-batuk.
“bu,
ibu udah minum obat ?” Tanya Budi panik.
“udah
Bud” jawab ibu lemas.
“tapi
kok batuk ibu gak berhenti-berhenti ?” Budi cemas melihat ibunya yang
batu-batuk terus.
“udah
Bud, ibu gak apa-apa. Ibu mau shalat tahajud dulu ya.” kata ibu bergegas ke
kamar mandi untuk ambil wudhu, seraya meninggalkan Budi. Budi hanya terdiam
cemas melihat ibunya itu. Namun melihat ibunya yang tetap kuat menjalani shalat
tahajud membuat hati dan pikiran Budi sedikit legah. Dalam hati Budi berdoa
semoga ibunya selalu diberi kesehatan dan lindungan dari Allah swt.
Malam telah berganti menjadi pagi,
Budi sudah tidak sabar untuk melihat hasil tesnya di warnet, namun hasrat Budi
masih kalah sama si empunya warnet yang masih betah tidur walau matahari sudah
tinggi, yah Budi harus bersabar menunggu sampai warnetnya buka.
“kok
udah pulang Bud ? gimana hasilnya ?” Tanya ibu ke Budi sambil diselangi batuk.
“belum buka warnetnya bu. Ibu udah minum obat ?”
jelas Budi sambil Tanya balik ke ibu.
“udah
bud.” jawab ibu.
“Budi
kayaknya harus bawa ibu ke puskesmas, penyakit ibu makin parah nih bu.” kata
Budi yang lalu ditolak Ibu, karena ibu merasa dirinya baik-baik saja, lagian
kalau Budi mau bawa Ibu ke puskesmas, Ibu tak tahu dapat uang dari mana untuk
bisa bayar puskesmas dan nebus obat. Budi yang mendengar alasan ibu pun hanya
bisa diam dan pasrah, Budi sadar mereka saat ini memang tidak ada simpanan sama
sekali. Akhirnya Budi hanya memberi ibunya air hangat saja untuk diminum.
Matahari sudah semakin tinggi, itu
artinya warnet dekat rumah Budi pasti sudah buka. Dengan hanya mengandalkan
uang dua ribu rupiah, Budi berharap bisa melihat hasil tesnya dan dia juga
berharap lebih dari hasil tesnya. Sebelum berangkat ke warnet, Budi
menyempatkan diri mencium tangan ibunya seraya meminta doa kepada sang ibu agar
hasilnya nanti bisa memuaskan. Sang ibu yang sedang terbaring sakit hanya bisa
tersenyum sambil mengelus rambut Budi, sambil terbatuk-batuk ibu mendoakan Budi
di dalam hatinya, ia berdoa semoga anaknya bisa meraih impiannya. Budi yang
melihat sang ibu sedang sakit, apalagi batuk yang tidak berkesudahan membuat
hatinya tidak enak kalau meninggalkan ibunya walau hanya sebentar, namun Ibu
meyakinkan Budi kalau ibu baik-baik saja. Dengan berat hati akhirnya Budi pergi
ke warnet dan berjanji akan segera pulang jikalau Budi sudah melihat hasil tesnya.
Sekali lagi sebelum berangkat Budi berkata “Bu, doain Budi ya bu.” kata Budi
lirih kepada yang hanya dijawab ibu dengan gelengan kepala dan senyum tulus di
wajahnya.
Sesampainya di warnet Budi langsung
menambil computer yang kosong, dia langsung duduk disitu. Sangkin berhasratnya
Budi samapi-sampai membuat tangan dan jarinya gemetaran saat mengetik nama
website universitas yang ia tuju, tak sabar ia melihat hasilnya. Website
tersebut telah terbuka, namun Budi harus mencari namanya dahulu, disitu terdapat
ratusan bahkan ribuan nama pesert calon penerima beasiswa salah satu kampus di
Amerika tersebut. Budi harus mencari namanya diantara nama-nama yang ada,
dengan teliti dan rasa tak sabaran Budi mencari namanya, satu persatu ia lihat
nama-nama yang ada. Diantara nama-nama tersebut ada banyak yang lulus da nada
banyak pula yang tak lulus, melihat hal itu membuat hati Budi dag dig dug.
Samapi pada akhirnya Budi menemukan namanya, Budi deg-degan tangannya semakin
gemetaran, Budi mencoba untuk tetap tenang, dia melihat dengan seksama
tulisan-tulisan berbahasa Inggris yang tertara disitu, sampai pada akhirnya
Budi membaca salah satu tulisan berbahsa Inggris yang menyebutkan kalau Budi
lulus. Membaca itu Budi terdiam sejenak, dia tak percaya. Untuk lebih
meyakinkan lagi, Budi membuka namanya secara utuh agar lebih meyakinkannya
lagi. Sekali lagi Budi membaca kata itu lagi, Budi terdiam tak percaya dengan
apa yang ia lihat. Jantung Budi berdetak lebih cepat, namun nafas Budi seolah-olah melamban, dalam hati
Budi berkata “ya Allah apa ini benar ? ya Allah apa aku diterima ?” Budi masih
tak percaya, lama ia terpaku melihat layar computer itu, sampai akhirnya dia
tersadar dan refleks Budi berkata sambil berteriak “yah, aku diterima, memang
aku diterima. Alhamdulillah ya Allah….”. Beberapa pengunjung warnet yang ada
pada saat itu bingung melihat tingkah Budi yang berteriak kegirangan, dilihat
seperti itu Budi tidak ambil pusing, dia langsung mencetak surat dari website
tersebut sebagai bukti kepada ibunya. Budi sudah tak sabar untuk langsung
pulang menemui Ibunya untuk memberitahukan kabar mengejutkan sekalian
membehagiakan ini. Setelah membayar uang warnetnya denga uang dua ribu rupiah
yang ia genggam, Budi langsung berlari menuju rumahnya. Disepanjang lari menuju
rumahnya tak henti-hentinya Budi bersyukur, dijalan Budi juga bernazar, ketika
dia sudah di rumah, dia akan langsung membasuh telapak kaki ibunya dan bersujud
di bawah kaki ibunya, seraya bersyukur. Namun aneh, saat Budi sedang berlalari
menuju rumahnya, beberapa kali Budi melihat orang dengan wajah sendu yang
keluar dari arah gang rumahnya, namun hal itu tak begitu dihiraukan Budi,
sampai pada Budi tiba di depan rumahnya dan melihat di rumahnya ramai sekali para
tetangga yang datang ke rumahnya dengan wajah-wajah yang sedih dan sendu, dia
juga melihat ada bendera kuning yang digantung di pohon yang ada di halamnnya.
Yang semula Budi kegirangan akan hasil tes beasiswanya, dia mendadak jadi diam
membisu dan bingung. Para tetangga yang melihat Budi datang, langsung
menghampiri Budi, mengelus-elus pundak dan rambut Budi sambil berkata “Budi,
kamu yang sabar ya nak, kamu yang tegar ya nak. Bapak tahu ini semua berat buat
kamu bud. Semoga kamu ikhlas Bud.” mendengar seperti itu Budi semakin heran dan
dia langsung masuk kerumahnya sambil mengucapkan salam, namun sebelum salam
yang dilontarkannya usai Budi shok melihat ada sesosok jasad terbaring kaku
yang sudah ditutupi kain. Melihat itu Budi langsung menghampiri jasad tersebut
dan menyingkap kain penutupnya, betapa terkejutnya Budi melihat jasad itu
adalah jasad ibunya sontak Budi berteriak “IBUUUU………” “IBUUUU…….” “IBUUU………..”
“jangan tinggalin Budi bu. Ibuu….” sambil menangis terisak-isak Budi tidak bisa
menyembunyikan persaan sedih didepan para tetangganya. Budi berteriak dan
menangis sejadi-jadinya, hal itu membuat para tetangga yang datang tak bisa
menahan air mata mereka, banyak para tetannga yang ikut nangis menyaksikan
momen haru tersebut. Sebagian para tetangga khususnya yang ibu-ibu berusaha
untuk menenangkan Budi, namun rasa sedih Budi yang mendalam membuat mereka juga
ikut sedih. Budi tak percaya ibunya pergi meninggalkan dia, Budi mencoba untuk
membangunkan ibunya walaupun itu mustahil. Budi membuka lembar hasil tes
beasiswanya kepada jasad sang ibu, dengan percakapan yang penuh haru, Budi
solah-olah bercerita ke Ibunya.
“Bu,
lihat nih bu, Budi lulus bu. Budi lulus kuliah ke Amerika bu. Bu lihat nih bu,
lihat.” kata Budi dengan air mata yang terus bergelinangan.
“Bu,
ibu nanti ikut Budi ke Amerika ya, ibu bantuin pendaftaran Budi disana bu, ya
bu ya.” isak Budi lagi yang tak kuat menahan sedihnya.
“Ibu,
ibu bangunlah bu, Ibu gak mau lihat hasil tes Budi bu ? ibu gak bangga sama
Budi bu ? Budi buat ini biar Budi bisa banggain Ibu bu, biar Budi bisa
bahagiaan ibu bu, kan Budi udah janji bu. Ibu bangunlah, Ibu tega ningglin Budi
sendirin bu ? Budi gak ada teman lagi bu. bu.. bu…” mohon dan melas Budi sambil
tetap terisak yang juga membuat para tetangga yang melihatnya pada nangis
terisak juga. Tak tahan menerima cobaan ini, Budi pun pingsan tak sadarkan
diri, melihat itu para tetangga panic dan langsung membawa Budi ke kamar untuk
menyadarkannya, segala upaya dilakukan para tetangga agar Budi bisa sadar,
sampai akhirnya Budi pun sadar juga. Begitu sadar Budi langsung bertanya mana
ibunya, pak RT yang saat itu ada disisi Budi langsung memeberitahu Budi kalau
Ibunya sudah pergi untuk selamanya-lamanya, Budi pun teringat kembali dan dia
pun menangis lagi, namun kali ini dia hanya nangis tanmpa bersuara seperti
pertama kali ia melihat jasad ibunya. Melihat Budi yang terus-terusan menangis,
pak RT mencoba untuk membuat Budi tenang. Pak RT menyuruh Budi untuk
mengikhlaskan ini semua, dia juga harus tegar, ditinggal ibu bukan berarti
hidup kita hancur. Mendapat saran seperti itu, saat ini Budi hanya bisa
merespon dengan air mata yang terus keluar dan badan yang lemas karena energy
sudah terkuras semua menjadi emosi sedih yang mendalam.
Budi melangkahkan kakinya keluar
kamar menuju ke samping jasad Ibunya, ia ingin berada di samping ibunya untuk
saat-saat terkahir. Melihat jasad ibunya, kembali air mata Budi pecah, Budi pun
menangis kembali tapi dengan tidak bersuara, rupanya Budi sudah mencoba untuk
ikhlas walaupun belum sepenuhnya ia ikhlas. Dia berdoa di samping jasad ibunya,
dia berdoa semoga sang ibu bisa mendapatkan tempat yang baik disisi Allah swt.
dia berharap semoga ibunya dijauhkan dari siksa api neraka. ketika Budi sedang
berdoa untuk ibunya, salah satu tetangga menghampiri Budi, memberitahukannya
bahwa ada temannya yang datang. Budi bergegas keluar rumah untuk melihat siapa
temannya itu, ketika sudah diluar Budi melihat sahabta karibnya si Booby datang
dengan mamahnya untuk melayat. Budi tidak bisa membendung rasa sedih dan air
mata di depan sahabatnya itu, melihat Budi yang sedih seperti itu sang sahabat
datang mengahampiri Budi dan langsung memeluk erat Budi. Booby tahu, Budi
sedang membutuhkan tempat untuk bersandar dan menumpahkan rasa sedihnya. Tak
ayal air mata pun pecah dari mata Budi lagi, dia menangis segugukan di bahu
sahabatnya itu. Lama ia menangis di bahu sahabtanya itu, melihat Budi yang
terpukul seperti itu membuat Bobby yang notabennya seorang yang periang
tiba-tiba menumpahkan air matanya juga, dia tak tahan melihat penderitaan yang
dialami sahabtanya itu, dia ikut menangis bersama Budi. Sambil mennagis Bobby
membisikan kepada Budi untuk tetap tegar, sabar dan ikhlas. Mamah Bobby yang
meilahat kesedihan di depannya membuatnya ikut menangis dan langsung
menghampiri Budi dan memluknya seraya berkata “kamu yang sabar ya nak yah, ini
memeang berat, tante tahu itu. tapi kamu harus kuat, tante yakin, ibu kamu
disana pasti gak mau lihat kamu nangis terus. sabar, ikhlasin yah.” sambil
mengusap air mata di wajah Budi, sekali lagi Budi memeluk mamahnya Bobby dan
berkata “terimakasih tante” lalu segugukan kembali.
Hari sudah semakim sore, para peayat
banyak yang berdatangan da nada juga yang berpulangan. Bobby dan mamahnya pamit
untuk pulang, sekali lagi Bobby dan mamahnya mencoba membuat Budi untuk tetap
kuat, sabar, dan ikhlas menerima ini semua. Budi hanya bisa menngangguk sambil
mengucapkan terimakasih ke sahabat dan mamah sahabatnya itu. Malam hari para
pelayat semakin banyak yang datang, termasuk wali kelas Budi, Dihampiri sang
wali kelas, kesedihan Budi timbul lagi, namun kali ini Budi sudah mulai ikhlas
dan tegar menerima ini semua, terbukti dia sanggup menahan air matanya untuk
tidak jatuh lagi. Sang wali kelas berkata kepada Budi untuk tetap kuat, untuk
tetap membahagiakan orangtuanya, untuk tetap meraih mimpi-mimpinya. Wali kelas
Budi berkata demikain karena beliau tahu Budi lulus beasiswa ke Amerika itu,
jadi sang Wali kelas berusaha untuk membuat budi tetap bersemangat meraih mimpi
walau sudah ditinggal kedua orngtuanya yang sangat ia sayangi. Malam semakin
larut, para pelayanpun hanya tinggal beberapa saja, Budi menyempatkan diri
untuk Shalat Isya, didalam shalatnya Budi tak sanggup menahan air matanya, air
mata Budi mengalir ditengah-tengah shalatnya. Selesai shalat Budi berdoa, Budi
berdoa semoga orangtuanya dijauhkan dari siksa neraka dan mendapatkan tempat
yang baik disisi Allah. di juga berdoa kenapa semua ini harus terjadi padanya,
“ya Allah, kenapa semua ini terjadi padaku ? aku belum sempat membuat kedua
orang tuaku bangga dan bahagia ya Allah. Harus kan aku ya Allah yang meneri
cobaan seperti ini ? haruskah aku ya Allah ?” doa Budi dalam hati, dia juga
meminta agar Allah senantiasa membuatnya tegar, sabar dan iklhas mengahdapi ini
semua.
Pagi hari sekitar pukul 9 pagi Budi
dan para pelayat sudah berkumpul di kuburan yang akan menjadi kuburan ibunya
Budi, disitu juga hadir teman sekolah Budi termasuk Bobby dan juga wali kelas
Budi. Budi diberi kesempatan untuk adzan di kuburan ibunya dan juga Budi diberi
kesempatan untuk melihat ibunya yang terakhir kali. Tak bisa Budi membendung
air matanya, Budi menangis kembali, walaupun dia sudah ikhlas namun teteap saja
ketiaka dia melihat wajah sang ibu, kesedihannya tak bisa ditutupi. Banyak para
pelayat yang juga ikut nangis termasuk Bobby, namun Bobby seberusaha mungkin
untuk tidak terlihat menangis didepan orang-orang, walaupun mata hidungnya
sudaah memerah karena usapan-usapannya. Almarhumah sudah dikubur, Budi dan yang
lainnya pun berdoa yang dipimpin oleh pak ustadz. Selesai berdoa semua pelayat
pamit untuk pulang termasuk teman-teman sekolah Budi. Tinggallah Budi dan Bobby
saja disitu, Budi tertudntuk di kuburan sang ibu, ia termenung, Bobby yang
meilhat itu hanya bisa ikut sedih. Bobby menghampiri Budi membujuk Budi agar
mau pulang, namun rupanya Budi tak menolak, dia tak ingin berlarut-larut dalam
kesedihan, dia yakin kalau ibunya tidak akan tenang disana kalau dia bersedih
terus. Sesampainya di rumah, Budi terduduk diam di kursi yang biasanya Ibunya
dudukin pas di depan pintu kamar ibu. Bobby mengambilkan Budi segelas air
putih, Budi pun meminumnya dengan sekali tegukan, rupa-rupanya kesedihan yang
mendalam itu membut Budi lupa minum.
________((((00….00))))________
Setelah seminggu berlalu atas
kepergian ibunya Budi tiba-tiba teringat sama beasiswa kuliah di Amerika yang
diterimanya, Budi mencari-cari kertas hasil cetakan tes beasiswanya, setelah
mendapatkannya Budi membaca kalau batas pendaftaran ulang tinggl 2 hari lagi,
Budi pun langsung bergegas menuju warnet untuk melakukan pendaftaran ualang.
Awalnya Budi sudah tidak semangat unutk kuliah lagi, baginya untuk apa dia
kulih kalau sudah tidak ada orang yang akan dia bahagiakan dan dia buat bangga.
Namun itu semua ditepis ketika Budi mengingat pesan ayahnya dan saran dari sang
wali kelas, dia ingat bahwa ayahnya berpesan, untuk menjadi orang yang berguna
bagi orang lain, itu membuatnya tertampar seketika di dalam keengganannya untuk
kuliah lagi, akhirnya Budi semangat untuk kuliah lagi, yah dia ingin membuat
kedua orang tuanya bangga di atas sana, dia juga tak ingin membuat orang-orang
yang sudah mendukungnya selama ini kecewa dan dia juga ingin memenuhi pesan
sang ayah untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain, agama dan bangsa.
Tanggal 5 bulan 5 akhirnya Budi
berangkat ke Amerika dengan biaya yang tentunya dari beasiswanya tersebut. Budi
lulus dijurusan kedokteran di California University. Budi tak mau
menyia-nyiakan kesempatannya itu, ia juga merasa sedang mengemban beban berat,
beban menjadi mahasiswa luar yang mendapat beasiswa, dimana mahasiswa luar yang
mendapat beasiswa terkenal akan kecerdasan dan kegigihannya dalam belajar, jadi
Budi gak mau kalau predikat itu tercireng karenanya.
Amerika merupakan dengan pergaulan
remajanya yang sangat bebas, namun Budi tipe anak yang memikirkan dampak
kedepannya atas apa yang ia lakukan pada hari ini, jadi Budi tipe anak yang
tidak mudah terpengaruh oleh apapun, terutama hal-hal yang tidak baik. Budi
tahu kalu Negara Paman Sam ini terkenal akan kebesannya, makanya sebelum
berangkat Budi sudah meyakinkan diri unutk tidak terpengaruh akan hal-hal
negatif dan tetap fokus untuk mengejar ilmu.
Empat tahun sudah Budi kuliah di
Amerika, sedih, sengsara, bahagia sudah Budi lewati selama belajar disana,
sampai akhirnya Budi pun lulus dengan predikat salah satu mahasiswa terbaik di
California University. Begitu lulus, banyak tawaran kerja yang berdatangan
kepada Budi, beberapa rumah sakit ternama sudah meminta Budi bekerja di rumah
sakit mereka, namun Budi menolak itu semua, bukan karena Budi sombong,
melainkan Budi ingin pulang ke Indonesia untuk bisa berguna dan membantu
orang-orang Indonesia yang susah menjangkau dokter. Budi pun pulang ke Indonesia
dengan perasaan legah dan bahagia. Sesampainya di derah rumahnya Budi langsung
membuka klinik gratis unutk warga yang ada disekitar rumahnya, Budi pun juga
mengdakan penyuluhan-punyulahan gratis lingkungan rumahnya, awalnya hanya
sampai situ saja, namun lama-kelamaan Budi ingin memberi pengobatan dan
penyuluhan keseluruh derah-daerah yang kurang terjangkau oleh medis, dan
akhirnya cita-cita Budi itu pun tercapa berkat dukungan dari pemerintah. Kini
Budi bekerja bukan sebagai dokter professional di rumah sakit saja, melainkan
dia menjadi dokter keliling, yah keliling daerah pedalaman demi memberi bantuan
medis bagi warga Negara Indonesia yang membutuhkannya.
Setelah semua apa yang ia capai,
Budi berkata dalam hatinya “yah, bu, Budi memang belum bisa membhagiakan ayah
sama ibu, tapi Budi sudah bisa membuat senyuman-senyuman kecil diwajah mereka
yah, bu. Paling tidak Budi sudah memenuhi pesan-pesan dari ayah sama ibu. Budi
harap ayah sama ibu juga terseyum ya disana”. Dishalat dan doanya Budi selalu
bersyukur akan apa yang udah ia raih selama ini. Baginya saat-saat susah dahulu
adalah saat-saat dimana dia belajar juga, belajar untuk mencoba tetap tegar,
kuat dan ikhlas dalam menghadapi situasi apapun didalam kehidupan, hal itu yang
kelak meciptakan pribadinya yang sekarang. SEKIAN
!
TERIMAKSIH